MASJID HIDAYATULLAH PONTIANAK

MASJID HIDAYATULLAH PONTIANAK

Jumat, 06 Februari 2009

Peradaban Islam, Dimulai Dari Tradisi Ilmu


Potret tradisi peradaban Islam ditandai berkembangnya Ilmu dan buku. Dalam sejarah, tak dijumpai meninggalkan candi
Hidayatullah.com--Peradaban Islam adalah peradaban tertinggi di dunia. Tidak ada yang mampu menandingi ketinggian dan kesempurnaanya. Bersifat multidimensi, tidak parsial hanya pada aspek fisik saja, namun juga spiritual. Sebagaimana pada jaman Umar bin Abdul Aziz, tidak ada rakyat yang kelaparan. Semuanya hidup makmur. Income perkapita negara sangat tinggi. Para penduduk juga semuanya muzakki (mengeluarkan zakat), tidak ada yang mustahiq (menerima zakat).
Untuk bidang keilmuan, di masa itu juga terbilang berkembang sangat pesat. Di Bagdad, dibuka jasa penerjemahan. Bagi penerjemah buku-buku bahasa asing, akan dibayar dengan emas seberat buku yang diterjemahkan. Selain itu, di Baitul Hikmah, terdapat 400 ribu judul buku. Dan konon, ada seorang pejabat yang tidak mau dipindahtugaskan gara-gara mempunyai banyak buku yang tidak bisa dibawa karena saking banyaknya.
Potret tradisi peradaban Islam, tidak meninggalkan candi atau yang lainnya, melainkan ilmu dan buku. Demikian disampaikan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam acara bedah buku "Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam" di kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL), Sabtu (31/1), kemarin.
Menurut Direktur Institute for The Study Islamic Thought and Civilization (INSISTS) ini, asas dari peradaban adalah pemikiran. Dan pemikiran harus bersumber Al-Quran. Lebih jauh, Hamid juga mengatakan, peradaban Barat yang kini terbentuk merupakan hasil yang dicuri dari peradaban Islam.
Banyak pemikiran, penemuan, dan buku-buku yang diplagiat atau diambil secara tidak jujur. Meski demikian, kata Hamid, kemajuan peradaban yang dialami Barat hanya sebatas tekhonologi, bukan spiritual.
"Oleh karena itu, umat Islam jangan sampai mengalami inferiority complex (rendah diri) melihat peradaban Barat yang semu," katanya.
Dalam sejarahnya, menurut Hamid, ketika filsafat Romawi dan Yunani "mati" mereka tidak mampu menghidupkannya kembali. Lalu, oleh al-Kindi, filsuf Islam, pemikiran-pemikiran seperti Aristoteles dan Plato dimodifikasi dan diklasifikasikan. Dalam kajiannya, Plato mengatakan bahwa tuhan hanya "duduk manis", kemudian dirubah oleh al-Kindi tuhan adalah tuhan al-Khalik (pencipta). Begitu juga ketika Aristoteles mengatakan tuhan the first (yang pertama), al-Kindi merubahnya menjadi tuhan al-Haq (yang benar).
"Hal lain masih banyak yang membuktikan, bahwa peradaban dan tradisi ilmu Islam jauh lebih maju ketimbang eropa dan Barat ketika itu," tutur Hamid.
Peradaban Islam, menurut Hamid dibangun dengan tradisi ilmu. Hal ini bisa dilacak dalam ayat yang mengatakan, "Ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah". Tradisi ilmu itu, bisa dilacak terhadap aktivitas Ashab al-Suffah yang getol mempelajari ilmu. Kemudian lahirlah perpustakaan Baitul Hikmah dan disusul universitas al-Azhar di Mesir. Dari situlah, ilmu terus berkembang sangat pesat.
Menurut Hamid, gambaran sejarah peradaban Islam bisa dilihat pada (QS. Ibrahim: 24/25). Kata sejarah merupakan derivasi dari kata syajarah (pohon). Yang dimaksud pohon sebagai simbol peradaban Islam. Dalam ayat itu, menurutnya kalimat thoyyibah (kalimat yang baik) adalah tauhid yang dipakai sebagai tamsil peradaban. Sedangkan ashluha tsabitun (akarnya teguh) bersifat absolut tidak berubah-ubah, dan far'uha fissama' (cabangnya ke langit) sebagai gambaran bahwa tidak ada yang mampu menandingi ketinggian peradaban Islam.
Oleh karena itu, Hamid mengaskan, kalimat thoyyibah itu sebagai epistemologi Islam yang harus menjadi sumber kajian peradaban Islam.
Di akhir materinya, Hamid menegaskan. Jika ingin terbentuknya akselarasi peradaban Islam maka wacana dan konsep mengenai peradaban harus sering digencarkan. "Jangan hanya rajin turun ke jalan, namun tidak tahu bagimana konsep membangun peradaban," katanya.[ans/www.hidayatullah.com]

Tidak ada komentar: